#11 Jurnal Perubahan Lingkungan (PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN STRATEGI ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI BANDAR UDARA HASANUDDIN, MAKASSAR)
PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN STRATEGI ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI BANDAR UDARA HASANUDDIN, MAKASSAR
ABSTRACT
Salah satu sektor pembangunan di Indonesia yang tidak bebas dari ancaman perubahan iklim adalah sektor transportasi udara. Oleh karena, perlu disiapkan strategi adaptasi dampak perubahan iklim. Bandara Hasanuddin Makassar berpotensi terkena dampak peningkatan suhu permukaan, kelembaban udara dan
curah hujan dalam sepuluh tahun terakhir. Jika melihat data emisi gas polutan (non-GRK) terlihat bahwa polusi udara belum menjadi ancaman nyata. Namun ancaman yang akan segera dialami adalah berubahnya beberapa parameter meteorologis seperti suhu permukaan, kelembaban dan intensitas curah hujan. Berdasarkan data pemantauan oleh otoritas bandara memperlihatkan untuk rentang waktu 10 tahun sejak 2003 hingga 2013, telah terjadi kenaikan suhu permukaan rata-rata sebesar 10C. Kenaikan suhu permukaan ini juga diikuti kenaikan kelembaban pada rentang waktu yang sama sebesar 5%. Perubahan ketiga komponen iklim ini akan memberi dampak pada sistem penerbangan sehubungan dengan fenomena perubahan iklim. Melalui analisis risiko dan peluang untuk tiap perubahan komponen iklim, akan dapat
ditentukan dampak negatif dan dampak positif dari suatu fenomena cuaca dan iklim. Ancaman utama atau dampak negatip perubahan iklim bagi bandara Hasanuddin adalah potensi banjir, kekeringan, kebutuhan energi yang meningkat, rusaknya infrastruktur seperti runway, taxiway dan apron serta terganggunya operasional penerbangan akibat cuaca ekstrim. Strategi adaptasi yang tepat untuk bandara Hasanuddin
antara lain dengan peningkatan kinerja sistem drainase, sumur resapan, penerapan efisiensi energi dan penggunaan energi ramah lingkungan, penerapan eco-office serta efisiensi proses dan prosedur kerja dalam pelayanan penumpang di bandara.
curah hujan dalam sepuluh tahun terakhir. Jika melihat data emisi gas polutan (non-GRK) terlihat bahwa polusi udara belum menjadi ancaman nyata. Namun ancaman yang akan segera dialami adalah berubahnya beberapa parameter meteorologis seperti suhu permukaan, kelembaban dan intensitas curah hujan. Berdasarkan data pemantauan oleh otoritas bandara memperlihatkan untuk rentang waktu 10 tahun sejak 2003 hingga 2013, telah terjadi kenaikan suhu permukaan rata-rata sebesar 10C. Kenaikan suhu permukaan ini juga diikuti kenaikan kelembaban pada rentang waktu yang sama sebesar 5%. Perubahan ketiga komponen iklim ini akan memberi dampak pada sistem penerbangan sehubungan dengan fenomena perubahan iklim. Melalui analisis risiko dan peluang untuk tiap perubahan komponen iklim, akan dapat
ditentukan dampak negatif dan dampak positif dari suatu fenomena cuaca dan iklim. Ancaman utama atau dampak negatip perubahan iklim bagi bandara Hasanuddin adalah potensi banjir, kekeringan, kebutuhan energi yang meningkat, rusaknya infrastruktur seperti runway, taxiway dan apron serta terganggunya operasional penerbangan akibat cuaca ekstrim. Strategi adaptasi yang tepat untuk bandara Hasanuddin
antara lain dengan peningkatan kinerja sistem drainase, sumur resapan, penerapan efisiensi energi dan penggunaan energi ramah lingkungan, penerapan eco-office serta efisiensi proses dan prosedur kerja dalam pelayanan penumpang di bandara.
Kata kunci : bandar udara, adaptasi, perubahan iklim
FULL TEXT:
PDFREFERENCES
Statistik Angkutan Udara tahun 2000-2012, Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
DEFRA & Global Atmosphere Division. 2004. Revision to Method of estimating Emission from Aircraft in the UK Greenhouse Gas Inventory
ICAO. 2011. Airport Air Quality Manual First Edition doc. 9889 Engine Exhaust Emission Data Bank
Diposaptono, S., Budiman, F. Agung. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. PT. Sarana Komunitas Utama. Bogor
KLH, GTZ dan WWF. 2007. Kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sektor Pesisir dan Laut. Technical Document
PRAKARSA. 2012. Infrastruktur Penerbangan: Tinjauan ke Masa Depan. Edisi 9, Januari 2012.
Bank Mandiri. 2013. Industry Update: Vo.23 December 2013.
Creswell, J. 2003. Research design – Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches, 2nd, SAGE Publication, Inc, California
http://bandaraonline.com/airport/profil-bandara-internasional-sultanhasanuddin
Buletin Cuaca, BMKG, November 2014
Kementerian Perhubungan. 2013. Evaluasi Kebijakan Eco-Airport Dalai Mendukung Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), Laporan Akhir, Pusat Kajian Kemitraan Dan Pelayanan Jasa Transportasi, Jakarta
Fadholi, A. 2013. Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkal Pinang. Statistika, Vol.13, No.2, November 2013.
Purwanta, W. 2014. Profil Emisi Gas Buang dari Pesawat Udara di Sejumlah Bandara di Indonesia, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.16, No.1
Purwanta, W. 2014. Analisis Resiko Dan Peluang Dalam Penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim Kasus: Sektor Transportasi Udara, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.15, No.2
Cochran, I. 2009. Climate Change Vulnerabilities and Adaptation Possibilities for Transport Infrastructures in France. Climate Report: Research on the Economics of Climate Change, France.
Collins, B. P.1982. Estimation of Aircraft Fuel Consumption, AIAA Journal of Aircraft , Vol. 19, No. 11, Nov. 1982, pp.969- 975.
Wolfson, M.M, D.A Clark. 2006, Advanced Aviation Weather Forecast, Lincoln Laboratory Journal, Vol. 16, No.1, 2006
DOI: http://dx.doi.org/10.29122/jtl.v18i1.33
REFBACKS
- There are currently no refbacks.
Perubahan
Lingkungan dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan iklim di Bandar Udara
Hasanuddin, Makassar
Environmental Change and Adaptation Strategies to
Climate Change Impact at Hasanuddin Airport, Makassar
Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung Geostek 820, Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15314
ABSTRACT
One of the development sectors in Indonesia that is
impacted by climate change is the air transport sector. Consequently, airports
in Indonesia since now must have been preparing appropriate adaptation
strategies for climate change impacts. Hasanuddin Airport has potentially been
affected by climate change which has been indicated by rising surface
temperature, air humidity and rainfall in the last ten years. From the concentration data of some pollutant
gases (non-GHGs), it indicates that air pollution is not the primary threat to
the Hasanuddin Airport of Makassar. But the imminent threat is the change of
meteorological parameters such as surface temperature, humidity and rainfall
intensity. Based on monitoring data by the airport authority ina 10-year period
from 2004 to 2013, there has been a rise in average surface temperature of 10C.
The increase in surface temperature is also followed by increasing humidity at
the same time span of 5%. Change in three components of climate will have an
impact on the aviation system with respect to the climate change phenomenon.
Through analysis of the risks and opportunities for each component of climate
change, will be determined negative impacts and positive impacts of weather and
climate phenomena.The main threat of climate change impacts at Hasanuddin
airport is flooding, drought, increased energy needs, destruction of
infrastructures such as runways, taxiways and aprons as well as disruption of
flight operations due to extreme weather. The appropriate adaptation strategies
for Hasanuddin airport among others are increase in the drainage system
performance, increase in recharge wells, implementation of energy efficiency,
use of renewable energy, implementation of eco-office and increase in
efficiency of processes and working procedures for passenger service at the airport.
Keyword : airport, adaptation, climate change
ABSTRAK
Salah satu
sektor pembangunan di Indonesia yang tidak bebas dari ancaman perubahan iklim
adalah sektor transportasi udara. Oleh karena, perlu disiapkan strategi
adaptasi dampak perubahan iklim. Bandara Hasanuddin Makassar berpotensi terkena
dampak peningkatan suhu permukaan, kelembaban udara dan curah hujan dalam
sepuluh tahun terakhir. Jika melihat data emisi gas polutan (non-GRK) terlihat
bahwa polusi udara belum menjadi ancaman nyata. Namun ancaman yang akan segera
dialami adalah berubahnya beberapa parameter meteorologis seperti suhu
permukaan, kelembaban dan intensitas curah hujan. Berdasarkan data pemantauan
oleh otoritas bandara memperlihatkan untuk rentang waktu 10 tahun sejak 2003
hingga 2013, telah terjadi kenaikan suhu permukaan rata-rata sebesar 10C.
Kenaikan suhu permukaan ini juga diikuti kenaikan kelembaban pada rentang waktu
yang sama sebesar 5%. Perubahan ketiga komponen iklim ini akan memberi dampak
pada sistem penerbangan sehubungan dengan fenomena perubahan iklim. Melalui
analisis risiko dan peluang untuk tiap perubahan komponen iklim, akan dapat
ditentukan dampak negatif dan dampak positif dari suatu fenomena cuaca dan
iklim. Ancaman utama atau dampak negatip perubahan iklim bagi bandara
Hasanuddin adalah potensi banjir, kekeringan, kebutuhan energi yang meningkat,
rusaknya infrastruktur seperti runway,
taxiway dan apron serta terganggunya operasional penerbangan akibat cuaca
ekstrim. Strategi adaptasi yang tepat untuk bandara Hasanuddin antara lain
dengan peningkatan kinerja sistem drainase, sumur resapan, penerapan efisiensi
energi dan penggunaan energi ramah lingkungan, penerapan eco-office serta efisiensi proses dan prosedur kerja dalam
pelayanan penumpang di bandara.
Kata kunci : bandar
udara, adaptasi, perubahan iklim
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peran angkutan pesawat udara di bidang transportasi untuk layanan
pengangkutan orang maupun barang melalui jalur udara dapat memberi nilai tambah
berupa efisiensi waktu dan kecepatan yang lebih baik dibandingkan moda
transportasi lainnya(1). Apalagi bagi Indonesia yang terdiri atas
ribuan pulau, maka peran transportasi udara sebagai penghubung antar wilayah
menjadi sangat vital. Dengan adanya faktor kecepatan tersebut mampu menekan
biaya produksi, mobilitas orang dan pengiriman barang dan jasa akan menjadi lebih
cepat dan efektif. Perkembangan pesat transportasi udara dicirikan dengan
meningkatnya air trafffic antar
bandar udara di Indonesia. Walaupun demikian selain sisi positif tersebut, di
sisi lain transportasi udara ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK)
yang ditengarai menyebabkan pemanasan global(2).
Polutan yang dihasilkan dari mesin-mesin pesawat udara (exhaust gas pollution) perlu
diperhatikan dampak buruknya terhadap lingkungan, meskipun hanya menyumbang
sekitar 3% dari total emisi GRK dunia tapi dengan banyaknya pesawat udara
komersial yang beroperasi yang semakin meningkat, maka angka persentase emisi
tersebut diprediksi akan terus meningkat pula(3). Bangkitan emisi
GRK global inilah yang diduga sebagai pemicu terjadinya efek rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh para ahli UNEP,
perubahan iklim merupakan persoalan lingkungan hidup paling serius di abad 21
ini
Dampak perubahan iklim yang menjadi ancaman besar apabila dikaitkan
dengan kondisi geografis Indonesia adalah naiknya permukaan air laut (sea level rise) dan ancaman terhadap
tenggelamnya pulau-pulau dan wilayah pesisir(4). Selain itu naiknya
muka laut juga menyebabkan bermigrasinya permukiman nelayan dari tepi pantai
semula menjadi lebih ke hulu dan akan membawa dampak sosial. Guna
mengantisipasi ancaman dan dampak perubahan iklim sekaligus mengurangi tingkat
kerentanan, diperlukan kebijakan dan strategi guna mengantisipasi potensi
ancaman dan sebagai bentuk rencana adaptasi dampak yang ditimbulkan oleh
perubahan iklim. Kebijakan antisipasi tersebut bisa direfleksikan dalam bentuk
rencana aksi adaptasi perubahan iklim. Pada tataran aksi inilah akan sangat
diperlukan kemampuan adaptasi sebagai fungsi dari sosial ekonomi, infrastruktur
dan juga teknologi.
Adaptasi perubahan iklim merupakan upaya mengurangi kerentanan atas
bahaya sekaligus
meningkatkan
kapasitas pada seluruh komponen dari aset penghidupan (sustainable livelihood/ penthagon asset); human, social, physic,
nature and finance). Artinya upaya adaptasi adalah upaya komprehensif dan
tidak parsial pada satu bidang masalah. Adapun dari sudut kapasitas adaptasi,
terfokus pada tiga komponen utama; preparedness
(kesiapsiagaan), participatory (partisipasi)
maupun kebijakan (policy), termasuk
kelembagaan yang lebih tangguh dalam menghadapi ancaman bencana yang meningkat
akibat perubahan iklim(5). Terlihat bahwa masalah kapasitas adaptasi
tidak hanya pada faktor teknis semata tetapi juga masalah kebijakan dan
perangkat legal lainnya. Salah satu sektor pembangunan di Indonesia yang juga
tidak terlepas dari ancaman perubahan iklim adalah sektor transportasi udara.
Berbagai sarana transportasi udara berpotensi membuang langsung sisa pembakaran
bahan bakar pesawat ke atmosfer secara kontinyu.
Lembaga analisis kuantitatif dan ekonomi terkemuka Oxford Economic menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masa depan dunia tergantung pada pertumbuhan
industri penerbangan. Hal itu tertuang dalam laporannya yang berjudul "Aviation The Real World Wide Web"
mengenai pengaruh ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh industri
penerbangan(6). Di Indonesia angkutan udara menempati urutan keempat
dengan PDB tahun 2002 sebesar Rp 5,923 triliun, meningkat menjadi Rp 14,685
triliun tahun 2006, dan diproyeksikan menjadi Rp 62,214 triliun tahun 2016(7).
Hal ini membawa konsekuensi bahwa bandara-bandara di Indonesia sejak
sekarang harus menyiapkan strategi adaptasi yang tepat akibat dampak perubahan
iklim. Ini disebabkan aktivitas penerbangan sangat berkaitan erat dengan
keadaan cuaca dan iklim. Kondisi cuaca dan iklim baik jangka pendek maupun
jangka panjang akan sangat mempengaruhi kelancaran operasional penerbangan dan
kualitas layanan penerbangan. Bandara Hasanuddin Makassar sebagai salah satu
bandara yang padat lalu lintas udaranya serta gerbang ke wilayah timur
Indonesia memiliki nilai strategis serta menuntut pemantauan kualitas
lingkungan yang seksama terkait perubahan iklim. Bandara Hasanuddin termasuk
bandara dengan tingkat pertumbungan
penumpang dan layanan penerbangan yang meningkat pesat. Kajian ini
membahas hasil pemantauan kualitas lingkungan khususnya kualitas udara
dikaitkan dengan pola perubahan parameter iklim serta strategi adaptasi
dampaknya di masa datang. Hasil kajian penting
sebagai
acuan antisipasi serta kebijakan bandara di masa datang.
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melakukan pengumpulan data, membuat
analisis, menghitung besaran emisi gas buang dan GRK serta mengidentifikasi
permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim dan menyusun strategi adaptasi
dampaknya di Bandara Hasanuddin Makassar baik dari segi sarana, prasarana serta
operasional penerbangan.
2.
BAHAN DAN METODE
Kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif yaitu
dengan cara mengumpulkan data- data yang cukup dari hasil pengamatan lapangan
dan data dari dokumen resmi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan suatu
metoda statistik dan analisis risiko peluang untuk penyusunan strategi adaptasi
yang diperlukan sebagai hasil akhir penelitian(8). Analisis data
dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi rona lingkungan baik fisik, klimatologis
maupun ekosistem/ lingkungan di bandara Hasanuddin saat ini serta kondisi
hipotetis ke depan dikaitkan dengan model skenario adaptasi perubahan iklim
yang terjadi. Hasil prakiraan ke depan menjadi dasar dalam penyusunan strategi
adaptasi dampak perubahan iklim
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Kondisi
Lingkungan Bandara
Bandar udara Hasanuddin terletak 30 km dari Kota Makassar, provinsi
Sulawesi Selatan. Bandara ini berada pada ketinggian 14,33 m di atas permukaan
laut (MSL) / 47,00 ft dan pada koordinat 05° 03′ 30,88″ LS (S) / 119° 32′
46,58″ BT (E). Mempunyai dua landasan pacu yang pertama sepanjang 3.100 m x 45
m, dan yang kedua 2.500 m x 45 m, dioperasikan oleh PT. Angkasa Pura I(9).
Kelembaban udara rata-rata berkisar 88% hingga 91% dengan kecepatan angin 24
hingga 36 knot(10). Data dari otoritas bandara didapati bahwa suhu rata-rata
rendah terjadi antara bulan Desember-Januari sedangkan suhu tinggi terjadi pada
bulan Mei-Juni. Tabel 1 memperlihatkan pola suhu dan kelembaban sejak tahun
2004 hingga 2013.
Tabel 1. Suhu dan Kelembaban Udara di
Bandara Hasanuddin
Tahun
|
Suhu
(0C)
|
Kelembaban (%)
|
|
Maret
|
Oktober
|
||
2004
|
30,4
|
33,9
|
79
|
2005
|
31,5
|
33,6
|
78
|
2006
|
31,5
|
35,4
|
78
|
2007
|
31,7
|
34,1
|
81
|
2008
|
31,6
|
34,7
|
82
|
2009
|
32,1
|
34,8
|
81
|
2010
|
32,5
|
32,0
|
87
|
2011
|
30,8
|
33,8
|
82
|
2012
|
30,9
|
35,4
|
84
|
2013
|
31,6
|
34,1
|
84
|
Sumber: Pratiwi (2014)(11)
Pengukuran tingkat kebisingan di bandara dan sekitarnya menunjukkan
beberapa lokasi berada di atas baku mutu yang diatur dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup no. KEP-48/11/1996. Beberapa titik pengukuran berada di atas
ambang baku mutu yang ditetapkan. Lokasi yang telah berada di atas ambang baku
mutu antara lain di Perum API, Grha Rio Asri serta dekat parkir bandara. Lokasi
tersebut merupakan titik-titik yang terdampak akibat naik dan turunnya pesawat
terbang. Sumber utama kebisingan sudah dapat dipastikan adalah aktivitas landing dan take off pesawat terbang(12). Adapun lokasi bandara lama
termasuk yang tidak terdampak kebisingan aktivitas keseharian pesawat. Bandara
Hasanuddin telah mengalami pengembangan pada runway sehingga aktivitas paling
tinggi ada di runway baru hasil pengembangan. Pengaruh kebisingan adalah pada
tingkat kualitas pendengaran manusia dan kadang juga makhluk hidup lainnya.
Mitigasi terhadap kebisingan antara lain dapat dilakukan dengan menempatkan
material-material penyerap getaran suara atau penanaman pohon tertentu guna
mengurangi dampak kebisingan pada lingkungan sekitarnya. Belum banyak
penelitian terkait material peredam kebisingan ini khususnya yang diterapkan di
bandara. Tabel 2 memperlihatkan tingkat kebisingan beserta ambang batas baku
mutu di bandara dan beberapa lokasi sekitarnya.
Tabel 2. Tingkat Kebisingan di lokasi
sekitar Bandara Hasanuddin
Lokasi
|
Tingkat
kebisingan (dB)
|
|
Pengukuran
|
Baku Mutu*)
|
|
ATKP Maros
|
50,5
|
70
|
Perum AP I
|
95,9
|
70
|
Bandara
lama
|
66,7
|
70
|
Grha Rio
Asri
|
95,9
|
70
|
Parkir
bandara
|
95,9
|
70
|
Apron (B19)
|
80,6
|
86
|
*)Kepmen LH No.48/11/1996
Sumber: Data primer tahun 2014
Sedangkan pengukuran beberapa parameter kualitas udara sebagai
bagian dari program pemantuan rutin kualitas lingkungan diperlihatkan dalam
Tabel 3. Pelaksanaan pemantauan dilakukan tahun 2014 merupakan. Pengukuran yang
dilakukan sepanjang tahun 2014 tersebut memperlihatkan semua parameter uji
berada di bawah ambang batas baku mutu. Parameter uji SO2, NO2,
O3, CO, Pb dan TSP pada dasarnya adalah gas polutan non-GRK. Ini
menandakan bahwa kawasan bandara Hasanuddin memang jauh dari kawasan perkotaan
atau industri sehingga hanya kecil pengaruh polutan yang berasal dari aktivitas
kebandaraan termasuk transportasi darat. Hal ini dimungkinkan karena lokasi
bandara sendiri memang jauh dari perkotaan sehingga efek emisi dalam dispersi
menghasilkan konsentrasi yang masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Seluruh
parameter tersebut diuji untuk pengukuran selama 1 jam kecuali Pb dan TSP
selama 24 jam untuk mendapatkan angka konsentrasi yang signifikan. Hasil
keseluruhan pengukuran parameter uji ditampilkan dalam Tabel
3. Pengukuran
tingkat kebisingan maupun beberapa parameter kualitas udara dilakukan saat
monitoring rutin tahun 2014 sehingga hanya sebagai gambaran kondisi lingkungan
bandara. Tidak didapati data pengukuran yang kontinyu untuk be berapa tahun.
Tabel 3. Uji Kualitas Udara (pengukuran 1
jam) di Area Bandara Hasanuddin
Parameter Uji
|
Kualitas
(µg/Nm3)
|
|
Pengukuran
|
Baku mutu*)
|
|
SO2
|
10,126
|
900
|
NO2
|
8,428
|
400
|
O3
|
12,195
|
235
|
CO
|
21.417
|
30.000
|
Pb**)
|
0,048
|
2
|
TSP**)
|
21,573
|
230
|
*) PP No. 41/1999
**) pengukuran 24 jam
Sumber: Data primer tahun 2014
3.2 Ancaman Dampak Perubahan Iklim
Jika melihat data emisi gas polutan, ancaman polusi udara belum
menjadi ancaman nyata bagi bandara Hasanuddin. Namun ancaman yang akan segera
dialami adalah berubahnya beberapa parameter meteorologis seperti suhu
permukaan, kelembaban dan curah hujan. Perubahan ketiga parameter ini akan
berdampak pada dunia penerbangan sehubungan dengan fenomena perubahan iklim(13).
Gas buang dari pesawat udara seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen
oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO) ditengarai mempengaruhi kondisi iklim
melalui efek rumah kaca. Polutan yang dihasilkan dari mesin-mesin pesawat udara
(exhaust gas) perlu diperhatikan
dampak buruknya terhadap lingkungan, meskipun hanya menyumbang sekitar 3% dari
total emisi udara dunia tapi dengan banyaknya pesawat udara komersial yang
beroperasi dari hari ke hari semakin meningkat, maka angka persentase emisi
tersebut diprediksi akan terus meningkat(14). Memang apa yang
dihasilkan dari emisi GRK akibat aktivitas di bandara Hasanuddin sendiri akan
langsung berdampak pada kondisi cuaca dan iklim setempat. Bisa jadi perubahan
komponen iklin di wilayah bandara juga akibat interaksi berbagai faktor
termasuk aktivitas di luar kebandaraan.
Hasil kajian Puslitbang Kementerian Perhubungan tahun 2013 tentang
profil emisi gas buang memperlihatkan bahwa bandar udara Hasanuddin menempati
posisi ke tiga setelah Soekarno-Hatta dan Djuanda dalam hal total emisi gas
buang dari pesawat yang beroperasi. Dalam setahun, total flight yang ada di bandara Hasanuddin telah membakar bahan bakar (fuel burned) sebesar 148.292 ton, dengan
perkiraan emisi CO2 sebesar 467.092 ton, NOx sebesar 1.922 ton dan
CO sebanyak 497 ton(15). Angka ini diproyeksikan akan naik karena
bisa dipastikan terjadi kenaikan jumlah penumpang rata-rata 6,5% per tahun
untuk Indonesia. Berdasar persamaan proyektif, diperkirakan emisi gas buang
pesawat udara kondisi landing and take
off (LTO) periode tahun 2020 mengalami peningkatan pada pemakaian bahan
bakar dan produksi CO₂
sebesar 1,53 kali dari tahun 2010 sedangkan NOX
naik 1,73 kali. Sedangkan emisi gas buang pesawat udara kondisi flight total
pada periode tahun 2020 mengalami peningkatan untuk produksi CO₂ dan untuk pemakaian bahan bakar sebesar 1,54 kali jika dibandingkan
tahun 2012, kemudian NOX naik 1,68
kali(16).
Dampak dari besaran serta peningkatan emisi gas buang yang termasuk
GRK adalah pada angka-angka parameter meteorologis seperti suhu permukaan,
kelembaban dan curah hujan yang
juga teramati
meningkat selama beberapa tahun. Ini nampak wajar mengingat GRK diduga sebagai
penyebab tertahannya panas yang harusnya terbuang ke angkasa. Berdasarkan
pengolahan data yang diperoleh dari otoritas bandara memperlihatkan bahwa untuk
rentang waktu 10 tahun sejak 2004, telah terjadi kenaikan suhu permukaan
rata-rata sebesar 10C. Kenaikan suhu permukaan ini juga diikuti
kenaikan kelembaban udara pada rentang waktu yang sama sebesar 5% (lihat Tabel
1). Peningkatan suhu permukaan disepanjang tahun 2004 hingga 2013 diperlihatkan
dalam Gambar 1. Pengamatan yang dilakukan untuk data suhu bulan Maret dan
Oktober menunjukkan keduanya memperlihatkan tren yang naik. Ini juga
dikonfirmasi bahwa bulan Maret adalah awal musim kemarau dan Oktober adalah
akhir atau permulaan musim penghujan. Suhu permukaan rata-rata tahunan pada bulan Oktober
lebih tinggi
dibanding pada bulan Maret. Sementara dari data seri curah hujan rata-rata
setahun juga diperoleh pola peningkatan dengan mengambil bulan Januari dan
Juni. Curah hujan bulan Januari secara umum lebih tinggi dibanding bulan Juni,
namun dari hasil ekstrapolasi juga terlihat bahwa kenaikan curah hujan selama
2004 hingga 2013 untuk bulan Januari terlihat lebih tajam atau berarti terjadi
kenaikan intensitas yang signifikan. Bulan Januari kebetulan secara periode
waktu juga termasuk musim penghujan. Kenaikan suhu akan mempercepat proses
penguapan sehingga terbentuknya awan yang secara tidak langsung juga
memerangkap panas, sehingga meningkatkan suhu atmosfer. Pola kenaikan curah
hujan diperlihatkan dalam Gambar 2.
Gambar 1. Pola kenaikan suhu permukaan (0C) Bandara
Hasanuddin, 2004-2013(17)
Gambar 2. Pola kenaikan curah hujan (mm) Bandara Hasanuddin,
2004-2013(17)
Jika melihat adanya data peningkatan suhu permukaan, kelembaban dan
curah hujan, maka perubahan iklim memang telah terjadi baik pada tataran global
maupun pada tingkat lokal. Data peningkatan suhu lokal kawasan yang terpantau
menunjukkan pola peningkatan yang konsisten. Secara prakiraan ancaman perubahan
iklim akan terjadi dalam wujud kenaikan suhu yang berakibat pada kebutuhan
energi untuk pendingin ruangan. Pendinginan ini diperlukan baik di perkantoran
bandara maupun terminal penumpang. Sedangkan kekeringan akan berakibat
kelangkaan air, sedangkan tingginya curah hujan berakibat meningkatnya potensi
banjir. Kelangkaan air akan menyebabkan pihak bandara harus dapat mencari
alternatif dalai penyediaan air bersih baik untuk keperluan perkantoran maupun
terminal penumpang serta kebutuhan operasional pesawat.
Kenaikan suhu permukaan membawa risiko pada daya tahan konstruksi runway, taxiway dan apron,
seperti terjadinya runway buckling(18).
Banyak bandara di dunia saat ini mengalami masalah dengan kerusakan konstruksi
akibat peningkatan suhu yang ekstrem. Kenaikan suhu juga membawa
ketidaknyamanan perkantoran dan terminal penumpang sehingga berisiko
meningkatkan energi untuk pendingin udara (AC). Peluang yang ada dengan dampak
ini adalah pemanfaatan material yang tahan panas dan juga penggunaan energi
alternatif. Dari sisi operasi penerbangan, kenaikan suhu juga berisiko pada
menurunnya kinerja mesin pesawat (lift
off load limit), waktu take off lebih
lama serta peningkatan suhu kabin pesawat(19).
Peningkatan curah hujan secara umum meningkatkan risiko banjir dan
genangan yang mengganggu runway, taxiway, apron dan jalan akses ke bandara. Bagi operasional penerbangan,
meningkatnya curah hujan berarti berisiko pada meningkatnya penundaan atau
pembatalan terbang (delay/cancel flight)
sehingga merugikan maskapai dan pengelola bandara Hasanuddin(20).
Meningkatnya curah hujan juga berarti meningkatnya pengoperasian pesawat saat
cuaca buruk, sehingga terjadi risiko tubulensi yang berdampak pada fluter dan fatigue struktur pesawat. Peluang yang ada dengan peningkatan curah
hujan ini antara lain menurunnya suhu lingkungan dan juga menurunanya
konsentrasi GRK karbon dioksida di lingkungan bandara Hasanuddin.
Peningkatan curah hujan juga berpeluang bagi terjadinya kekeringan
ekstrim di satu periode tertentu. Kekeringan berdampak pada kelangkaan
ketersediaan cadangan air sebagai utilitas bandara. Sebaliknya penurunan curah
hujan ini
berpeluang bagi
peningkatan jarak pandang (visibility) di
jalur penerbangan. Secara umum peningkatan suhu dan kelembaban juga berpeluang
bagi terjadinya cuaca ekstrim yang dapat mengganggu operasional penerbangan
termasuk risiko terjadinya kecelakaan. Setiap perubahan komponen iklim akan
membawa dampak negatif dan positif atau sering digambarkan sebagai risiko dan
peluang akibat perubahan iklim. Analisis risiko dan peluang setiap perubahan
komponen iklim dilakukan dengan membuat matrik baik untuk dampak pada sarana
dan prasarana penerbangan serta operasional maskapai penerbangan. Analisis ini
merupakan bagian dari metodologi dalam penyusunan strategi adaptasi perubahan
iklim oleh otoritas bandar udara.
3.3 Strategi Adaptasi Dampak Perubahan
Iklim
Dari hasil identifikasi komponen iklim yang berubah serta analisis
risiko dan peluang, maka dapat dilakukan penyusunan strategi adaptasi dampak
perubahan iklim untuk bandara Hasanuddin yang juga sudah dikonfirmasi melalui
wawancara dengan otoritas bandara. Wawancara dilakukan dengan berbagai level
manajemen bandara sekaligus untuk mengukur tingkat pemahaman personal bandar
udara terhadap isu perubahan iklim. Adapun dari studi ini dapat disusun
beberapa butir strategi adaptasi sebagai berikut;
a.
Peningkatan perawatan dan sistem pengawasan drainase
di lingkungan bandara terkait kapasitas dan waktu aliran permukaan (run off) air hujan.
b.
Pembuatan sistem resapan air dan kolam penampung air
hujan di sekitar landasan dan lingkungan bandara.
c.
Penanaman pohon di sekitar bangunan perkantoran
untuk menstabilkan suhu permukaan.
d.
Penggunaan panel surya sebagai substitusi kebutuhan
listrik PLN untuk penerangan dan pendingin ruangan.
e.
Efisiensi pengaturan waktu check in, masuk ruang tunggu, dan boarding untuk mengurangi jumlah penumpang dalam satu ruangan di
waktu yang lama yang berdampak pada penambahan beban AC dan energi.
f.
Penggunaan refrigerator dengan sistem solar thermal cooling.
g.
Menerapkan eco-office pada bangunan perkantoran di bandara dengan tata letak
yang efisien.
h.
Sosialisasi dan peningkatan kapasitas personil
bandar udara yang terus menerus sebagai
betook kesiapan
kelembagaan dan peningkatan kepedulian terhadap isu perubahan iklim.
4.
KESIMPULAN
Perubahan iklim sangat berdampak pada sektor transportasi udara baik
pada sarana, prasarana dan operasional penerbangan. Bandara Hasanuddin
berpotensi terkena dampak perubahan
iklim yang diindikasikan meningkatnya suhu permukaan, kelembaban udara dan
curah hujan dalam sepuluh tahun terakhir. Ancaman utama dampak perubahan iklim
bagi bandara Hasanuddin adalah potensi banjir dan juga kekeringan, kebutuhan
energi yang meningkat serta rusaknya infrastruktur kebandaraan serta
terganggunya operasional penerbangan. Strategi adaptasi yang tepat untuk
bandara Hasanuddin antara lain dengan peningkatan sistem drainase, pembuatan
sumur resapan, penerapan efisiensi energi dan penggunaan energi ramah
lingkungan, penerapan eco-office serta
efisiensi proses dan prosedur kerja dalam pelayanan penumpang di bandara.
Selain itu penanaman pohon di area bandara juga dapat menurunkan suhu serta
menyerap karbon dioksida. Faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah
upaya adaptasi dengan peningkatan kapasitas personil bandara dalai
mengantisipasi serta menjalankan semua program adaptasi perubahan iklim.
PERSANTUNAN
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan dan otoritas bandara Hasanuddin,
Balitbang BMKG Pusat serta secara khusus Prof. Dr. Edvin Aldrian, yang telah
membantu selama pengumpulan dan pengukuran serta analisis data penelitian
sehingga tersusunnya tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonijm (2012) Statistik Angkutan Udara tahun
2000-2012., Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
2. DEFRA &
Global Atmosphere Division, (2004), Revision
to Method of estimating Emission from Aircraft in the UK Greenhouse Gas
Inventory
3.
ICAO, (2011), Airport Air Quality Manual First
Edition Doc. 9889 - Engine Exhaust Emission Data Bank
4.
Diposaptono, S., Budiman, dan F. Agung, (2009), Menyiasati Perubahan Iklim Di Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bogor, PT. Sarana Komunitas Utama.
5.
KLH, GTZ dan WWF, (2007), Kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sektor Pesisir dan Lau, Technical Document.
6.
PRAKARSA,(2012), Infrastruktur Penerbangan
:Tinjauan ke Masa Depan, Edisi 9, Januari 2012.
7.
Anonim, (2013), Bank Mandiri,Industry Update: Vo.23
December 2013.
8.
Creswell, J., (2003), Research design – Qualitative,
quantitative, and mixed methods approaches, 2nd, SAGE Publication, Inc,
California
9. Internet dalam http://bandaraonline.com/ airport/profil-bandara-internasional-sultan
hasanuddin (dilihat 12 Agustus 2016)
10. BMKG, (2004),
Buletin Cuaca-November 2014
11.
Pratiwi, D., (2014), Prediksi Terbentuknya Awan
Cumulonimbus (Cb) Di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Skripsi.
Program Studi Geofiska, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Hasanuddin.
12.
Anonim, (2013), Evaluasi Kebijakan Eco- Airport
Dalam Mendukung Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), Laporan Akhir,
Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi, Jakarta Kementerian Perhubungan
13.
Fadholi, A., (2013), Analisis Komponen Angin Landas
Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkal Pinang. Statistika, Vol.13, No.2,
November 2013.
14.
Sen, O., (1997), The effect of aircraft engine
exhaust gases on the environment, International Journal of Environment and Pollution 8(1):148-157.
15.
Purwanta, W., (2015),
Profil Emisi Gas Buang dari Pesawat Udara di Sejumlah Bandara di Indonesia, J.
Tek. Ling. Vol.16, No.1: 21-26
16.
Purwanta, W., (2014),
Analisis Resiko Dan Peluang Dalam Penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim
Kasus: Sektor Transportasi Udara, J.Tek. Ling. Vol.15, No.2: 91-98.
17. Purwanta, W., (2016), Penyusunan Strategi Adaptasi
Dampak Perubahan Iklim Bidang Transportasi Udara, Jakarta, BPPT Press.
18. Cochran, I.,
(2009), Climate Change Vulnerabilities and Adaptation Possibilities for
Transport Infrastructures in France. Climate Report: Research on the Economics
of Climate Change, France.
19. Collins, B.
P.,(1982), Estimation of Aircraft Fuel
Consumption, AIAA Journal of Aircraft , Vol. 19, No. 11:969-975.
20. Wolfson, M.M, and
D.A Clark., (2006), Advanced Aviation Weather Forecast, Lincoln Laboratory
Journal, Vol. 16, No.1.
Komentar
Posting Komentar